• Home
  • Kilas Global
  • Temuan Ombudsman Terkait Roro Sudah dikeluhkan Masyarakat dari Tahun 1995 Mulai diresmikan Sampai Sekarang
Senin, 20 November 2023 07:17:00

Temuan Ombudsman Terkait Roro Sudah dikeluhkan Masyarakat dari Tahun 1995 Mulai diresmikan Sampai Sekarang


RIAU, BENGKALIS - Ombudsman RI Perwakilan Riau menyampaikan ada potensi pelanggaran malaadministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan di Pelabuhan Penyeberangan Roro Bengkalis, Riau. Pelabuhan Ro-Ro Bengkalis ini dibangun pada tahun 1995 oleh Pemprov Riau dan tahun 2000 diserahkan ke Pemkab Bengkalis.

Hal ini diketahui setelah Ombudsman melakukan Kajian Cepat (Rapid Assesment) Tata Kelola Penyelanggaraan Pelayanan Pelabuhan Penyeberangan Bengkalis.

"Kebutuhan masyarakat atas jasa angkutan penyeberangan yang aman dan nyaman pada pelabuhan Sei Selari dan Air Putih menjadi penting dalam aktivitas kehidupan di Bengkalis. Selain itu laporan masyarakat ke Ombudsman dan fenomena menjadi dasar Ombudsman melakukan kajian," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Riau Bambang Pratama, Sabtu (18/11/2023).

Bambang menjelaskan keluhan masyarakat terkait penumpukan antrean selama berjam-jam, penyerobotan antrean dan adanya perlakuan khusus bagi kendaraan yang akan menyeberang dilaporkan ke Ombudsman.

Masyarakat juga mengeluhkan kondisi fasilitas sarana dan prasarana serta kondisi dermaga yang kurang terawat. Kurangnya publikasi atas informasi pelayanan terkait jadwal kapal serta alasan keterlambatan keberangkatan dan bersandarnya kapal.

Kajian Cepat ini juga mengukur tingkat kepatuhan Pelabuhan terhadap Standar Pelayanan Minimal (SPM) menurut Permenhub No. 119 Tahun 2015.

"Dari analis hasil Kajian Cepat Ombudsman ini, terdapat beberapa potensi malaadministrasi yang dilakukan oleh Kabupaten berjuluk Negeri Junjungan ini," imbuhnya.

Bambang merincikan potensi pertama malaadministrasi adalah pengelola tidak memberikan pelayanan terkait penyediaan pelayan kesetaraan bagi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas dan ruang ibu menyusui. Kedua pelayanan kenyamanan bagi penumpang seperti toilet, fasilitas kebersihan, penerangan, mushola, gate atau koridor boarding.

Ketiga pelayanan keamanan dan ketertiban seperti belum ada batas titik pengantar dan penjemput penumpang, pos dan petugas keamanan dan informasi gangguan keamanan. Keempat pemeliharaan sapras seperti adanya pendakalan, sendimentasi, dermaga yang mulai keropos, belum ada portal pembatas, pelantar tertutup batu kerikil, jembatan timbang yang tidak berfungsi optimal, tiang trestle yang sudah mulai rusak dan kurangnya jumlah dermaga. Kelima publikasi mekanisme prosedur pengaduan belum juga tersedia sehingga masyarakat tidak memiliki sarana untuk mengadu.

"Hal ini tidak sesuai dengan Pasal 15 huruf f, Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 36 UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik junto Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik," sebutnya.

"Juga tidak sesuai dengan pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 119 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Laut. Kedua tidak Kompeten dalam pelaksanaan pelayanan kehandalan atau keteraturan dalam pemberian kepastian informasi mengenai jadwal keberangkatan dan kedatangan kapal serta bersikap tidak profesional dalam mengatur antrian kendaraan," cakapnya lagi.

Lebih jauh Bambang menyatakan bahwa hal ini tidak sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 119 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Laut.

UPT Pelabuhan juga berpotensi malaadministrasi karena tidak kompeten lantaran tidak memiliki SDM yang cukup, SDM yang tidak memiliki kompetensi dan pengelolaan anggaran yang masih tergantung dengan Dishub.

Selain itu UPT Pelabuhan tidak mungkin bisa melakukan perbaikan, pemeliharaan dan pengadaan fasilitas penunjang dalam kondisi mendesak, karena pengadaan harus sesuai angaran yang dibuat sebelumnya.

"Pendapatan yang dihasilkanpun harus disetorkan ke kas negara sesuai Pasal 29 UU Nomor 9 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak. Sehingga perlu adanya reorganisasi menjadi badan usaha BLUD agar tata kelola menejerial bisa bergerak lebih cepat dalam perbaikan, pemeliharaan, pengadaan fasilitas penunjang dalam kondisi mendesak dan merekruit pegawai serta peningkatan kompetensi SDM untuk menjalankan Standar Pelayanan Minimal. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang mengatur Pemda dapat membentuk BLUD. Penyimpangan Prosedur dalam pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan pelabuhan penyeberangan Bengkalis terkait belum ditetapkannya regulasi dasar hukum dan SOP Nomor TNKB Pejabat Pemerintah Daerah dan Forkopinda yang memperoleh hak utama untuk melakukan penyeberangan di Pelabuhan Bengkalis sebagaimana Keputusan Bupati Bengkalis Nomor: 658/KPTS/X/2021," paparnya.

Beberapa waktu yang lalu sempat viral adanya plat merah yang menyerobot antrian masuk ke Kapal Roro di Bengkalis, Riau.

Hal ini menimbulkan kegaduhan, lantaran para penumpang sudah lama mengantri untuk bisa melakukan penyebaran. Ombudsman berharap peristiwa tersebut tidak terulang kembali bila Pemda Bengkalis menjalankan dan melaksanakan saran perbaikan dari Kajian yang dilakukan Ombudsman. Sebab di Pasal 134 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan Jalan ada beberapa kategori kendaraan yang memperoleh hak utama.

Di akhir pemaparannya, Bambang Pratama menyampaikan 5 saran perbaikan ke Pemkab Bengkalis.

Pertama melakukan pemenuhan standar pelayanan penumpang di Pelabuhan Air Putih dan Sungai Selari Kabupaten Bengkalis sesuai dengan Permenhub 119 Tahun 2015 tentang perubahan  Permenhub Nomor 37 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Laut.

Kedua membuat perencanaan anggaran terkait perbaikan, pemeliharaan, pengadaan fasilitas mendesak dan penambahan dermaga.

Ketiga melakukan evaluasi terhadap Surat Keputusan Bupati Bengkalis Nomor: 658/KPTS/X/2021 tentang Tanda Nomor Kendaraan Dinas Pejabat Pemkab Bengkalis dengan menerbitkan dasar hukum dan Standar Operasional Prosedurnya terkait hak utama dalam prioritas penyeberangan. Keempat menambah dan melakukan pelatihan bagi para petugas yang berjaga di pelabuhan roro. Dan Kelima mendorong pembentukan UPT Pelabuhan Penyeberangan RoRo Dishub menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Hasil kajian ini diterima Bupati diwakili Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, H Bustami HY di Ruang Rapat Hang Tuah, Lantai II Kantor Bupati Bengkalis. Sementara itu atas nama Pemkab Bengkalis, Bustami menghaturkan terima kasih atas saran perbaikan tata kelola RoRo Bengkalis.

"Dengan hadirnya Ombudsman menjadi motivasi bagi kami agar pelayanan RoRo Bengkalis lebih baik lagi," ungkap Bustami.

Sementara itu, Plt Kepala Dishub Bengkalis, Muhammad Adi Pranoto menjelaskan banyak PR yang harus diselesaikan usai dirinya ditetapkan sebagai Plt Kadishub oleh Bupati Kasmarni. Pihaknya melalui 30 hari program kerjanya secara bertahap melakukan optimalisasi pelabuhan penyeberangan RoRo.

"Dua hari pasca dilantik, kami langsung melakukan sidak. Banyak hal yang menjadi catatan kami, seperti kebersihan dan pelayanan petugas," pungkasnya.

Selain sejumlah pejabat Dishub Bengkalis, kegiatan ini juga dihadiri Kepala Bappeda Bengkalis Rinto, Sekretaris BPKAD Muhammad Firdaus dan Kabag Ortal, Imelda. sc:ckplh/*
Share
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified