• Home
  • Kilas Global
  • Gawat, Resesi Seks Ini Alasan Mengapa Banyak Orang Jepang Memilih untuk Tidak Punya Anak
Senin, 10 April 2023 12:34:00

Gawat, Resesi Seks Ini Alasan Mengapa Banyak Orang Jepang Memilih untuk Tidak Punya Anak

Gawat, Resesi Seks Ini Alasan Mengapa Banyak Orang Jepang Memilih untuk Tidak Punya Anak

LUARNEGERI, - Jepang mengalami penurunan penduduk akibat dari tingkat kelahiran yang rendah. Jumlah kelahiran yang terdaftar di Jepang anjlok ke rekor terendah pada tahun lalu.

Dilansir dari CNN, pada 2022, Jepang hanya memiliki 799.728 angka kelahiran. Jumlah tersebut adalah terendah dalam catatan dan menjadi penurunan angka kelahiran pertama di Jepang yang berada di bawah 800.000 kelahiran, menurut statistik yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan.

Berdasarkan data pemerintah, populasi Jepang terus menurun sejak ledakan ekonomi pada 1980-an dan mencapai 125,5 juta pada 2021 dengan tingkat kesuburan sebesar 1,3.

Jumlah tersebut masih jauh di bawah tingkat kesuburan yang dibutuhkan untuk mempertahankan populasi yang stabil tanpa adanya imigrasi, yakni sebesar 2,1.

Populasi Jepang diproyeksikan menyusut hingga pertengahan abad ini, turun menjadi 88 juta pada 2065 atau penurunan sebesar 30 persen dalam 45 tahun.

Lantas, apa yang menyebabkan tingkat kesuburan orang Jepang rendah dan alasan mereka tidak mau mempunyai anak?

Alasan banyak orang Jepang memilih tidak ingin punya anak

Ada beberapa penyebab dan alasan mengapa banyak orang Jepang yang tidak ingin memiliki anak, di antaranya:

1. Sedikit wanita muda yang menikah

Dikutip dari Asia Times, penurunan tingkat kesuburan di Jepang terutama disebabkan oleh lebih sedikitnya wanita muda yang menikah.

Proporsi wanita yang belum menikah pada usia reproduksi puncak 25-34 stabil hingga pertengahan 1970-an.

Sementara proporsi wanita lajang berusia 25-29 melonjak dari 21 persen pada 1975 menjadi 66 persen pada 2020.

Di sisi lain, proporsi yang sesuai untuk wanita menikah di usia 30-34 mengalami lompatan yang lebih dramatis dari 8 persen menjadi 39 persen.

2. Peningkatan kebutuhan ekonomi

Wanita muda Jepang semakin enggan untuk menikah dan memiliki anak sebagian karena peningkatan pesat dalam peluang ekonomi mereka.

Partisipasi perempuan dalam meraih pendidikan dan gelar sarjana mulai meningkat pesat pada akhir 1980-an dan mencapai 51 persen pada 2020.

3. Peran gender

Alasan wanita Jepang enggan untuk menikah dan memiliki anak karena terhalang oleh tekanan keuangan dan peran gender tradisional yang memaksa banyak orang untuk berhenti bekerja begitu mereka hamil dan memikul beban pekerjaan rumah tangga serta tugas mengasuh anak.

"Kalau punya anak di Jepang, suami tetap bekerja tapi ibu diharapkan berhenti dari pekerjaannya dan menjaga anak. Saya hanya merasa sulit untuk membesarkan anak, secara finansial, mental, dan fisik," kata Yuka Minagawa, seorang profesor di Universitas Sophia di Tokyo dikutip dari The Guardian.

"Pemerintah mengatakan akan memberikan dukungan yang lebih baik untuk keluarga dengan anak kecil, tetapi saya tidak terlalu percaya pada politisi," sambungnya.

Menurutnya, tingkat kesuburan yang rendah sebagian merupakan gejala dari kemajuan yang dicapai wanita Jepang dalam beberapa tahun terakhir.

Upaya pemerintah

Khawatir akan konsekuensi sosial dan ekonomi yang terkait dengan tingkat kesuburan rendah yang berkepanjangan serta penuaan populasi yang cepat, pemerintah Jepang meluncurkan serangkaian program untuk menangani kesuburan rendah ('shoushika-taisaku') pada pertengahan 1990-an.

Fokus awalnya adalah memberikan bantuan pengasuhan anak melalui peningkatan penyediaan layanan pengasuhan anak dan mengadvokasi keseimbangan kehidupan kerja yang lebih baik.

Kemudian pada akhir 2000-an, upaya kebijakan Jepang menjadi lebih komprehensif. Pemerintah Jepang telah mengadvokasi bantuan kebijakan jangka panjang sejak lahir hingga dewasa muda.

Pada 2010-an, fertilitas rendah menjadi bagian integral dari keseluruhan arah kebijakan publik Jepang. Kebijakan kesuburan rendah dimasukkan ke dalam kebijakan ekonomi makro Jepang, perencanaan lahan nasional, pembangunan regional dan lokal.

Meskipun ada upaya terus menerus dan komprehensif untuk meningkatkan tingkat kesuburan, kebijakan Jepang gagal mencapai peningkatan kesuburan yang akan mengurangi dampak sosial dan ekonomi dari penurunan populasi dan penuaan. sc:kompas.


Share
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified