Senin, 25 Mei 2015 09:15:00

Ikut Vaksinasi Atau Tidak, Terserah Anda (selesai)

vaksin.
RIAUONE.COM, DUNIA, ROC, - Kisah Kedua: Pesan Singkat Chef Terkenal Yang Harus Direnungkan
 
Beberapa bulan lalu, sebuah pesan singkat tiba-tiba masuk ke dalam ponsel. Isinya sebuah pertanyaan sederhana namun menyentak kesadaran.
 
“Sejak kapan di Indonesia ada program nasional vaksinasi?”
 
Karena saya tahu, saya menjawab, “Sejak awal tahun 1970-an…”
 
Tidak lama kemudian jawaban dari Chef sahabat saya itu tampil di layar ponsel, “Sejak itulah, usia harapan hidup orang Indonesia menjadi lebih singkat.”
 
Deg!
 
Benar juga. Di era bapak dan ibu kita hidup, usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata mampu mencapai seratusan tahun, atau paling tidak delapan puluh tahun. Orang Indonesia dahulu kuat-kuat, dan mampu berjalan puluhan kilometer walau usianya sudah tidak lagi muda.
 
Sekarang, usia harapan hidup orang Indonesia semakin cepat. Banyak teman-teman kita yang baru mencapai usia 40-50 sudah dijemput maut. Banyak orang-orang muda yang sudah mengidap penyakit ini dan itu. Bahkan sudah banyak usia 30-40an yang sudah menderita stroke atau jantung.
 
Kelompok Pro-Vaksinasi pasti memiliki alibi sendiri soal ini. Biarlah. Tapi apa yang chef sahabat saya utarakan tadi sungguh-sungguh menyentak kesadaran. Apalagi isterinya bekerja untuk badan PBB yang menelurkan Codex Alimentarius Program, di mana Kissinger pernah berkata di depan umum jika dia lewat badan PBB tersebut akan menjadikan obat-obatan, vitamin, makanan, dan sebagainya sebagai senjata pembunuh massal. Dalam artian, segala obat dan makanan akan disusupi oleh agen-agen penyakit agar manusia semakin lemah dan usia harapan hidupnya pun akan semakin singkat.
 
April kemarin, kami bertemu lagi di sebuah mal di pingiran Jakarta. Sekali lagi dia bercerita soal vaksinasi. Chef yang lama tinggal di Amerika itu menyatakan jika dirinya tahu jika vaksin yang ada di Amerika dan Eropa, serta negara-negara maju lainnya, itu ada yang sungguh-sungguh membuat badan kebal terhadap beberapa jenis penyakit. Namun vaksin yang disebar ke negara-negara terkebelakang seperti Indonesia, beda.
 
“Ada dua jenis vaksin yang diproduksi. Yang pertama yang berkualitas bagus dipakai di negara-negara maju, sedangkan yang dikirim ke negara-negara terkebelakang itu racun sebenarnya, untuk melemahkan penduduknya,” ujarnya.
 
Ya, pelemahan dan pemusnahan sebagian penduduk dunia, memang bukan isapan jempol. Hanya mereka yang kurang membaca, tidak kritis, dan hidup di dalam tempurung kelapa, yang menyatakan program jahat ini cuma teori konspirasi kosong yang tidak ada buktinya.
 
Kisah Ketiga: Anak Bungsu Yang Sungguh Sehat dan Kuat Tanpa Vaksin Apa Pun.
 
Seorang sahabat lagi, pengusaha muda yang tinggal di kompleks perumahan elit di pinggiran ibukota, memiliki beberapa orang anak. Semua anaknya, kecuali yang bungsu, divaksin semasa kecil. Sedangkan si bungsu, sengaja tidak diberi vaksin apa pun sejak lahir.
 
“Subhanallah, perbedaannya sungguh nyata! Anak-anak saya yang pertama dan adik-adiknya itu sejak kecil langganan rumah sakit. Pilek atau batuk sedikit saja langsung menjadi parah dan bahkan harus dirawat di rumah sakit. Dokter-dokternya menjadi teman akrab anak-anak saya tersebut. Mereka mudah sekali terserang penyakit dan jika sudah sakit maka akan berkepanjangan…
 
Beda sekali dengan si bungsu. Anak saya yang bungsu ini sama sekali tidak diberi vaksin. Hal ini menuai kontroversi di keluarga karena beberapa saudara saya ada yang berprofesi sebagai dokter yang Pro Vaksinasi. Anak bungsu saya ini hanya diberi suplemen madu, habbatusauda, dan herbal lainnya. Ternyata si bungsu ini sungguh kuat ketahanan tubuhnya. Dia tidak mudah sakit. Dan kalau pun pilek, maka itu cuma sebentar dan akan hilang jika diberi madu dan istirahat yang cukup. Ini sangat berbeda dengan kakak-kakaknya.”
 
“Apakah dengan kasus ini saudara-saudara yang dokter menjadi sadar dan akhirnya meralat pandangannya soal vaksin?” tanya saya.
 
Dia menggeleng dan tertawa, “Tidak juga. Mereka masih saja berpandangan jika vaksin itu perlu. Sungguh hebat memang sistem pendidikan globalis ini sehingga apa-apa yang ditanamkan ke dalam otak anak didik bisa terpatri dengan sangat kuat…”
 
Nah, tiga kisah ini saja dulu yang saya paparkan. Masih ada kisah-kisah lainnya sesungguhnya. Namun biarlah cukup disini. Sekarang terserah kepada kita semua, apakah akan tetap mendukung program vaksinisasi atau tidak. Semuaya tergantung pada masing-masing individu. (*/net).
Share
Berita Terkait
Komentar
Copyright © 2012 - 2024 riauone.com | Berita Nusantara Terkini. All Rights Reserved.Jasa SEO SMM Panel Buy Instagram Verification Instagram Verified